Mencari...dan Terlambat
Manusia selalu berdiam dalam kebodohannya. ia mencari tapi tidak melihat padahal ia bisa melihat. bukan hanya melihat, ia juga bisa mendengar, mencium dan merasa. ia terus berjalan, mengira dirinya masih mencari. ia terus menyusuri jalan yang dipilihnya. apakah pilihan itu benar atau salah, ia tidak perduli. ia terus berjalan, ia terus mencari. menelusuri jalan berbatu, jalan penuh ilalang dan jalan yang lurus dan rata. setiap jalan berpotensi mengaburkan tujuan pencariannya karna terlalu berkonsentrasi pada jalan, rintangan yang dilaluinya. menebas ilalang, menyingkirkan bebatuan bahkan mengagumi jalan yang lurus dan rata. mungkin kakinya pernah luka, mungkin lututnya pernah letih dan mungkin semangatnya pernah hilang tapi ia terus berjalan. masih tanpa melihat, tanpa mendengar, mencium dan merasa. ketika malam ia mencari tempat berlindung seadanya, yang penting ia dapat memejamkan mata walau tanpa benar-benar tertidur. ketika pagi datang ia akan menentukan pilihan apakah ia akan terus berjalan atau beristirahat sebentar lagi saking nyamannya tempat berlindung yang ditemukannya.ketika ia tiba diujung jalan, ia bertemu persimpangan. ke kanan ada tebing berbatu tajam yang terlihat curam. ke kiri ada jurang yang dalam seperti tak berujung. ia harus memilih antara kanan atau kiri. kemudian ia berpikir jika ia kekiri maka ia akan mati terjatuh ke dalam jurang. ia tidak mau mati, ia pikir ia belum menemukan apa yang ia cari. manusia itu menengok kekanan, ke arah tebing berbatu. ia berpikir jika ini adalah ujung dari jalan yang selama ini ditempuhnya maka apa yang ia cari pasti ada diatas tebing. tebing itu bukan tebing sembarangan, jika ia sudah naik pasti tidak dapat turun lagi saking terjalnya tebing itu sedangkan ia tidak memiliki alat mendaki, ia hanya punya dua kaki yang akan dipakainya menanjak tebing berbatu tajam. awalnya ia takut sekali, ia ingin tinggal saja diujung jalan itu tapi kemudian ia berpikir, 'perjalananku sebentar lagi akan selesai. jalan berbatu, jalan penuh duri ilalang dan jalan yang rata dan lurus sudah kulalui. tebing ini adalah akhir dari pencarianku. setelah ini aku akan hidup bahagia karna aku sudah mendapatkan apa yang kucari selama hidupku'. manusia itu memutuskan untuk mendaki tebing terjal yang ada didepannya. dengan bersusah payah manusia itu terus mendaki dengan kedua kakinya. setelah tiba dipuncak tebing, ia berdiri melihat sekelilingnya. ia mencari apa yang ia cari. mencari diantara bebatuan tajam yang melukai tangannya. manusia itu tidak menemukan apa yang ia harap dapat ditemukan diatas tebing. ia menjadi sangat putus asa. ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. ia tahu ia tidak akan dapat hidup tanpa mendapatkan apa yang ia cari. manusia itu menangis dipinggir tebing. ia melihat kebawah, curam sekali. ia sudah tidak dapat turun lagi.dari atas tebing ia dapat melihat setiap jalan yang sudah ia lalui. jalan berbatu, jalan penuh ilalang dan jalan yang lurus dan rata. ia juga dapat melihat tempat awal ia mulai berjalan. dari atas semuanya terlihat lebih jelas. manusia itu tidak menyangka matanya menangkap sesuatu di tempat awal ia mulai berjalan. kecil tapi jelas. ia melihat apa yang selama ia cari tepat di tempat awal ia mulai berjalan.manusia itu mengutuki mata, telinga dan hatinya yang tidak pernah melihat, mendengar dan merasa. juga kebodohan yang melekat pada dirinya. memaki keputusan untuk mencari. menghujat keterlambatannya dalam menyadari keberadaan apa yang ia cari. 'sudah terlalu jauh perjalananku', katanya. 'aku tahu aku tidak bisa kembali kesana untuk mengambil apa yang kucari. ia akan mati dan membusuk disana. sedangkan aku akan mati dan membusuk disini. yang bisa kulakukan sekarang adalah memutuskan bagaimana aku harus mati. aku menyesali jurang yang ada disebelah kiriku. seandainya aku memilih jurang tentu aku tidak perlu bersusah payah mendaki. aku hanya perlu jatuh.'. manusia itu berdiri ditepi tebing yang terjal. ia memilih caranya mengakhiri perjalanannya tanpa mendapat apa yang ia cari...
dedicated to : Daniel Michael Noya
Maaf sudah aku ucapkan beribu kali. Hanya sekali aku meminta untuk kembali. Terlambat, sudah terlalu banyak yang terlewat. Jangan pernah lupa pada penyesalan manusia ketika sekali saja ia tidak membuat keputusan yang benar dalam hidupnya, ia akan hancur karenanya.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home